Sabtu, 17 September 2016

Tak Sebatas Rindu (1)

SETIAP insan manusia pasti merasakan getaran-getaran rasa rindu (kangen) yang membelenggu hatinya. Rindu pada sang kekasih, rindu kepada suami, istri dan anak-anaknya, rindu berbakti pada orang tuanya, rindu bergelut dengan pekerjaan atau hobi-hobinya, dan lain sebagainya, yang semua itu memiliki kadar kerinduan dan konsekuensi atau implikasi masing-masing.

Jangankan orang yang berhati lemah lembut atau penyayang, yang berhati batu, kejam, bengis sekalipun pasti terselimuti kabut rindu pada seseorang atau sesuatu. Sehingga dari feeling kerinduan yang sangat abstrak dan absurd itu, tentu ingin sesegera mungkin di-exist-kan dan dinyatakan dengan perbuatan atau perkataan. Bagi seorang muslim/ah, pertanyaannya adalah side-effects (efek samping) pengejahwantahan rindunya itu akan menguatkan amal kebaikannya atau justru akan melanggengkan amalan keburukannya?.

Pertanyaan di atas rasanya pantas untuk sedikit diulas di hari-hari terakhir perpisahan kita dengan bulan mulia nan berkah, Ramadhan 1437 H. Dengan harapan, menyambut bulan peningkatan (Syawal 1437 H) yang kurang 1-2 hari ini, penulis dan pembaca sekalian bisa mempertahankan prestasi ibadah dan keimanan selama Ramadhan dan tentu berharap bisa lebih baik lagi. Berikut ini penulis beri contoh prototype ‘efek samping’ rindu yang bisa melanggengkan amalan keburukan.

Di saat Rasulullah SAW dan para shahabat menyampaikan risalah Islam pertama kali di Makkah, Abu Lahab dan kroni-kroninya ‘rindu’ sekali tuk menghalangi, menghentikan, merusak, mencelakai bahkan tak segan ingin segera membunuh Rasulullah Saw. Bagi kaum kafir Quraisy pada saat itu, tiada hari tanpa konspirasi, agresi dan strategi licik demi merealisasikan ‘rindu’ jahatnya pada Rasulullah SAW.

Dikisahkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah telah mengeluarkan sebuah hadits, ia berkata; Aku melihat Rasulullah saw. melewati pasar Dzil Majaz. Beliau memakai jubah berwarna merah. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Wahai manusia, katakanlah Lâ Illâha Illallâh, niscaya kalian akan berbahagia”. Seketika itu seorang laki-laki mengikutinya sambil melempari dengan batu dan berteriak-teriak, “Wahai manusia!, Jangan mengikutinya karena ia adalah pendusta.” Akibat lemaparan batu tersebut, tumit dan betis Rasulullah Saw pun berdarah-darah. Aku bertanya, “Siapa orang itu?” Mereka berkata, “Ia adalah anak muda dari bani Abdil Muthalib.” Aku bertanya lagi, “Lalu siapa orang yang mengikutinya sambil melemparinya dengan batu?” Mereka berkata, “Abdul Uzza”, Abû Lahab.

Kisah ‘kerinduan’ bermotif kejahatan lainnya, sebagaimana Imam al-Bukhâri telah meriwayatkan dari Abdullah ra., ia berkata; Ketika Nabi saw. bersujud, sedangkan di sekitarnya ada sekelompok orang Quraisy, kemudian datanglah Uqbah bin Abi Mu’ith dengan membawa kotoran unta dan melemparkannya ke punggung Nabi saw; maka Nabi tidak mengangkat kepalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar