Senin, 05 September 2016

Ketika Putus Asa Menghampiri

“Kayaknya aku nggak diterima deh, Mbak. Aku hopeless,”ujar gadis berjilbab dan berkemeja putih, berpadu dengan setelan blazer dan celana bahan hitam yang duduk di samping saya.

Beberapa menit sejak keluarnya ia dari ruang interview, air mukanya belum juga berubah. Masih agak pucat. Tatapannya pun setengah kosong.

Saya tersenyum, “Lho, emang kenapa?”

“Gila!” pekiknya, “yang ditanya banyak banget. Bener-bener hal teknis, Mbak. Soal kerjaan. Lah, aku kan fresh graduate, belum ada pengalaman,” ia mulai menjelaskan kegelisahannya.

Hmmm… saya sendiri tak tahu mesti ikut gelisah atau justru bahagia, mengetahui salah satu rival—dalam mendapatkan pekerjaan—ini tengah dilanda kepasrahan.

Dari empat orang yang diproses, sepertinya sih hanya untuk satu posisi saja. Tak ingin naif; saya cukup mengharapkan pekerjaan ini. Pasalnya, sudah empat bulan lebih saya menganggur. Perasaan jenuh mulai menghampiri sejak memasuki bulan ketiga. Ditambah lagi pengeluaran terus mengalir, sementara pemasukan … nyaris tidak ada sama sekali.

Apa yang dirasakan oleh gadis itu mungkin pertengahan antara perasaan pasrah dan putus asa. Dan kebanyakan manusia pastilah pernah ada di posisi semacam itu.

***

Pertanyaannya: samakah antara pasrah dan putus asa?

Menurut saya, keduanya memang nyaris mirip, tapi sebenarnya berbeda.

Pasrah itu kita sudah berusaha dengan maksimal dan sudah berdoa, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah. Kita berusaha untuk yakin, bahwa segala ketetapan Allah pastilah yang terbaik.

Sedangkan putus asa, usaha kita belum total, doa pun belum sungguh-sungguh, lalu menyerahkan diri pada keadaan, bukan pada Allah.

Setiap kita pasti punya urusan dan masalahnya masing-masing. Contoh paling nyata orang yang mudah putus asa adalah, mereka yang tiap ada masalah dikit, bawaannya ingin menghabisi hidupnya. Na’udzubillahimindzalik!

Putus asa ini berteman akrab dengan sikap ‘pesimis’. Orang-orang pesimis selalu melihat kesempitan, meski ia tengah berada di zona yang luas untuk bergerak. Dalam level yang masih wajar, mungkin sikap pesimis masih aman. Namun, kalau terus dipelihara dan tidak dilawan, wah … bisa bahaya juga untuk kehidupan kita nantinya.

Segala permasalahan atau urusan dalam hidup, hendaknya kita kembalikan lagi kepada hukum Allah. Misalnya untuk sikap putus asa ini, meski mungkin normal atau salah satu fitrahnya kita sebagai manusia, tapi perlu diingat; Allah melarang kita untuk berputus asa dari rahmat-Nya!

Setidaknya berdasarkan hasil pencarian otomatis dari salah satu aplikasi Al-Qur’an di ponsel, ditemukan 19 ayat yang membahas tentang putus asa. Di antaranya adalah :

يٰبَنِيَّ اذْهَبُوْا فَتَحَسَّسُوْا مِنْ يُّوْسُفَ وَاَخِيْهِ وَلَا تَايْـئَسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ؕ اِنَّهٗ لَا يَايْـئَسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ

Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” [QS. Yusuf: Ayat 87]

قَالَ وَمَنْ يَّقْنَطُ مِنْ رَّحْمَةِ رَبِّهٖۤ اِلَّا الضَّآلُّوْنَ

Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat,” (QS. Al-Hijr: Ayat 56)

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ؕ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ؕ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: Ayat 53)

Gimana?

Kata Nabi Yakub AS, orang yang berputus asa hanya orang-orang kafir. Sedangkan menurut Nabi Ibrahim AS, hanya orang-orang yang tersesat lho, yang berputus asa dari rahmat Allah!

Jadi kalau benar kita beriman, percaya akan ketetapan Allah, kita harus menjadi manusia yang lebih tangguh dalam menghadapi suka duka kehidupan. Jika tidak, kita bisa termasuk dalam ciri-ciri orang kafir dan tersesat. Nggak mau dong?

Ketika perasaan putus asa—dalam urusan apa pun—mulai menghampiri, segeralah mengingat Allah! Sibukkan diri dengan hal-hal positif. Temui juga orang-orang yang kita yakini bisa memberikan suntikan semangat, atau bahkan membantu menemukan solusi dalam permasalahan yang tengah kita hadapi. Hindari menceritakan permasalahan dengan orang-orang yang tidak amanah, atau justru berpotensi mengeluarkan pendapat yang membuat mental kita semakin down.

Ingatlah!

Bahwa Allah tidak akan pernah membebani seseorang di luar batas kemampuannya. (QS. Al-Baqarah : 286). Jadi, jangan pernah sekalipun terlintas di benak kita untuk berputus ada dan menyerah pada keadaan. Teruslah berbaik sangka pada Allah. Karena cepat atau lambat, selama kita mau berusaha dan berdoa, permasalahan tersebut pun akan menemukan jalan keluarnya sendiri.

Wallahu’alam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar