Sabtu, 10 September 2016

Memahami Tujuan Surat Al Kahfi (1)

A. KISAH-KISAH

Dalam surat Al Kahfi, Allah ceritakan empat kisah yang menyimpan ajar di setiapnya. Tentang sekelompok pemuda yang teguh mengatakan Rabb kami adalah Rabb seluruh langit dan bumi. Tidak akan pernah sekali-kali kami mengabdi kepada selain-Nya. Namun pengakuan itu berbalas murka. Oleh Raja berhati jemawa. Pemburuan mulai dikerahkan. Dan siapakah Penepat janji bagi hamba yang menolong agama Allah?

Maka saat itu pula Allah perintahkan, carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Allah akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada mereka, dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi urusan mereka.

Kisah kedua tentang seorang laki-laki pemilik dua kebun. Allah memberikan nikmat yang tertulis dalam ayat-Nya, nikmat itu berupa dua buah kebun anggur lagi dikelilingi pepohonan kurma. Di antara kedua kebunnya terdapat ladang dan mengalir sungai di celah-celah keduanya.

Namun sayang ia terpedaya oleh kekayaan. Hingga lupa bahwa segala nikmat tak lain berupa titipan. Ia berbangga atas apa yang didapati lalu berkata pada kawan mu’min bahwa harta dan pengikutnya lebih banyak.

Saking terlenanya, pemilik kebun itu ingkar akan hari kiamat di mana semua akan binasa.

“Dan aku kira hari kiamat itu tidak akan datang. Dan sekiranya aku dikembalikan kepada Rabb ku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada ini.”

Yaitu dengan kealpaan ia atas kekuasaan Allah yang mampu berbuat segala, mudah saja laki-laki tersebut mengira kebun-kebunnya tidak akan pernah bisa binasa. Sungguh yang demikian tak lain perbuatan dzolim kepada dirinya sendiri.

Maka Allah binasakan nikmat itu. Ia kirimkan petir lantas tanah kebun menjadi licin dan sungai menyurut tak lagi mengeluarkan airnya. Lalu berkata si laki-laki penuh kesesalan, aduhai kiranya dulu ia tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabb nya. Kiranya dulu ia tidak mengkufuri nikmat-Nya.

Kisah ketiga tentang Musa yang berguru pada Khidir. Allah pertemukan Musa dengan lelaki sholih lagi memiliki ilmu penting. Yaitu ke-tsiqohan (kepercayaan) pada ketentuan Allah yang selalu membuah hikmah. Dalam riwayat dijelaskan maksud ilmu di situ adalah ilmu ghuyub. Dan berkata ulama tentangnya; yaitu ilmu Rabbani, adalah buah dari keikhlasan dan taqwa. Ilmu khusus yang tidak didapati melainkan karena taufiq Allah.

Dengan keutamaannya itu, lalu Musa berkata,

هل أتبعك على أن تعلمني مما علمت رشدا

“Bolehkah aku mengikutimu agar kiranya engkau ajarkan padaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?”
Sungguh, kau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, balas Khidir mengingatkan Musa. Sebab bisa jadi apa yang dilakukan Khidir tampak sebuah kezaliman namun nyatanya ia mengandung makna dan merupakan bentuk ketaatan ia pada Rabb nya. Musa lalu berjanji akan bersabar dan tidak akan menentangnya dalam urusan apapun.

Lalu Khidir mengingatkan kembali,

فإن اتبعتني فلا تسئلني عن شيء حتى أحدث لك منه ذكرا

“Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau bertanya tentang sesuatu apapun sampai aku menerangkannya kepadamu.”

Lantas berlalu lah keduanya menyisiri tepian pantai. Beberapa ajar yang didapati Musa kala perjalanannya bersama Khidir; tentang perahu yang dilubangi karena terdapat penguasa zalim berupaya merampas perahu baik yang dilihatnya. Tentang anak yang dibunuh karena khawatir menjatuhkan kedua orang tua yang mukmin dengan kedurhakaannya (kekafirannya). Tentang tembok yang diperbaiki tanpa imbalan karena di dibawahnya terdapat kekayaan anak yatim.

Kisah keempat adalah kisah Dzul Qornain. Raja adil lagi menebar kebaikan di muka bumi. Raja timur dan barat. Sampai Allah kisahkan tentang nikmat yang dianugerahkan padanya,

إنا مكنا له في الأرض و ءاتيناه من كل شيء سببا

“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.”

Sempurna. Raja yang diminta suatu kaum ‘tuk membangun dinding antara mereka dan perusak bumi; Ya’juj dan Ma’juj.

“Dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?”

Tak ingin serakah, meski memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk membangun dinding tersebut, Dzul Qornain tetap meminta bantuan kepada mereka. Bukan agar mereka turut berlelah. Melainkan ini isyarat ia tak berbangga atas kemampuan dan kekuasaannya.
Pun pada usainya pembangunan dinding pemisah tersebut, ia berkata,

“Dinding ini adalah rahmat dari Rabbku.”

Jika kita cermati, kisah-kisah dalam surat Al Kahfi ini mengajarkan satu makna tentang peran kekuatan iman. Bagaimana ancaman raja zalim tak meluputkan Ashabul Kahfi dari mempertahankan keimanan mereka. Bagaimana sebab tak beriman pada kekuasaan Allah atas segala, pemilik dua kebun itu akhirnya berbangga dan menafikan adanya hari akhir.

Bagaimana iman Khidir kepada Allah menyibak hikmah ‘ajiibah di setiap kejadian yang secara kasat mata ia merupa kezaliman. Bagaimana iman seorang raja Dzul Qornain menundukkan ia di hadapan Rabb nya meski ilmu, kuasa, harta lengkap sudah didapatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar