Minggu, 18 September 2016

Anomali Cinta Bapak (2)

AKU masih ingat sekali, ketika aku diantar bapak ke TK. Kala itu aku berlari-lari menuju sekolah. Karena tidak hati-hati, aku terjatuh. Lututku berdarah. Rasanya perih. Lalu aku menangis. Bapak yang seharusnya segera pergi mengajar jadi terhenti. Bapak menungguiku sampai aku selesai menangis. Setelah selesai menangis, giliran aku yang jadi malas ke sekolah. Aku malu pergi ke sekolah dengan wajah sembab, apalagi alasannya hanya karena jatuh. Aku malu terlihat cengeng. Saat itu aku tidak bilang apa-apa ke bapak, tapi bapak bisa membaca keinginanku.

Sesampai di sekolah, bapak langsung bilang pada wali kelasku bu Giyah. Bapak berkata dengan lantang, seperti orang marah, seperti mahasiswa yang sedang orasi. Kata bapak waktu itu, “Dini pagi ini menangis karena ingin dinaikkan di TK B” Saat itu aku memang masih di TK A dan ingin naik TK B. Tapi pada pagi itu aku tidak menangis karena masalah ini. Aku menangis karena jatuh. Tapi bapak bilang ke bu guru aku menangis karena ingin dinaikkan ke TK B. Saat itu aku tidak berpikir jauh tentang kebohongan. Yang aku rasakan, aku begitu merasa terlindungi, begitu merasa tentram karena bapak ada di pihakku.

Banyak sekali kenangan bapak yang bermunculan di benakku. Bapak yang mengantarku sekolah, bapak yang menjemputku sekolah. Bapak yang memandikanku. Bapakyang kerap mengajakku ke sungai untuk mencuci pakaian kami sekeluarga. Bapakyang mengajariku naik sepeda. Bapak yang mengajariku badminton. Bapak yang mengajariku membaca huruf alfabhet dan Qur’an. Bapak yang mengajariku perkalian. Bapak juga yang memukul punggungku dengan sapu lidi jika aku bolos. Dan bekas sabetannya akan terasa perih sekali ketika terkena air sewaktu mandi.

Sudah banyak sekali yang telah dilakukan bapak untukku. Satu hal yang membuat kecanduan sampai aku dewasa adalah tidur siang. Ini karena bapak selalu menidurkanku di siang hari. Biasanya Bapak menidurkanku sambil memperdengarkan lagu Ebiet G.Ad. Dari sanalah pertama kali aku belajar tentang diksi. Dan bapak akan menjelaskan dengan cara yang mudah kupahami setiap kali aku bertanya tentang konotasi lirik yang susah. Aku pernah bertanya pada bapak, “Bulan merah itu artinya apa Bapak?” Kemudian bapak menjawab, “Yang namanya bulan itu, tidak ada yang warnanya merah. Yang namanya bulan selalu putih. Jika Ebiet bilang bulan itu merah, berarti sedang menceritakan suasana hatinya yang larut dalamangan-angan”

Karena sosok bapaklah, aku ingin mengerjakan sesuatu yang mudah tapi tetap menduduki jabatan yang mulia. Aku ingin menjadi guru SD. Agar mempunyai waktu yang banyak untuk keluarga dan tentunya bisa tidur siang. Mungkin karena alasan kedua kurang beken atau bagaimana, aku tidak diterima di sekolah keguruan. Padahal aku sudah mencoba 3 kali SNMPTN. Malah keterimanya di UGM.

Sampai sekarang, Bapak tetap menjadi teman yang menyenangkan bagiku. Kami selalu bertukar cerita layaknya teman sebaya. Bapak selalu hobi menceritakan pengalaman sehari-harinya, tentang perdebatannya saat rapat atau tentang berita TV yang baru dilihatnya. Bapak juga menjadi teman yang menyenangkan untuk diajak pergi ke bioskop ataupun ke toko buku. Kalau punya uang bapak akan membelikanku buku kalau tidak, kita berdua akan kompak numpang baca bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar