Selasa, 12 April 2016

Ekonomi Syari’ah : Hukum Jual Beli Kredit

بسم الله الرحمن الرحيم

Pelajaran Ayat Al-Qur’an Hari Ini :

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} [النساء : 29]

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu..(QS.An-Nisaa’:29).

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saudaraku seiman, Segala puji hanyalah milik Allah Subhana wa ta’ala. Shalawat & salam senantiasa tercurahkan kpd Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kpd para keluarganya, sahabat2 nya & ummatnya yg istiqomah diatas sunnahnya hingga hari kiamat. Tausiyah group WA & BBM pagi ini akan membahas tentang ekonomi syrari’ah yakni hukum jual beli kredit didlm Islam.

Manusia sbg makhluk sosial senantiasa berinteraksi dgn manusia yg lainnya utk meraih kemaslahatan hidup, hal ini yg disebut dgn muamalah. Islam tlh mengatur dgn jelas tentang konsep ekonomi termasuk dlm hal jual beli. Perkara muamalah jual beli tdk dpt dipandang sebelah mata sebab perkara ini terkait erat dgn upaya memiliki harta & mengembangkan harta.

Kata البيع berasal dari kata Ba’a-yabi’u-ay’(an). Artinya adl dhiddu isytarâ (lawan dari membeli). البيع secara bahasa jg berarti pertukaran (mubâdalah) secara mutlak.  Al-imam Ash-Shan’ani rahimahullahu di dlm kitab Subul As-Salam menyebutkan, Al-bay’ secara syar’i adl pemilikan harta dgn harta dgn jalan suka sama suka. Dikatakan pula al-bay’ adl ijab & qabul pd 2 harta yg di dalamnya tdk ada makna derma (tabarru’). Namun, pengertian ini masih kurang krn tdk mencakup al-mu’âthâh. Dikatakan juga, al-bay’ adl pertukaran harta dgn harta tdk dlm bentuk tabarru’ shg pengertian ini mencakup al-mu’athah.

Jual-beli adl aktivitas yg masyru’ (disyariatkan). Hal itu berdasarkan dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah & Ijmak Sahabat. Di dalam Al-Quran secara gamblang Allah SWT menghalalkan jual-beli.

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا

Artinya : Allah telah menghalalkan jual-beli & mengharamkan riba (QS.Al-Baqarah: 275).

Al-imam Ibnu Katsir rahimahullahu menafsirkan Surat Annisaa’ ayat 29 diatas, Allah SWT melarang hamba2 Nya yg beriman memakan harta sebagian dari mrk atas sebagian yg lain dgn cara yg bathil, yakni melalui usaha yg tdk diakui oleh syariat, seperti dgn cara riba & judi serta cara2 lainnya yg termasuk ke dlm kategori tersebut dgn menggunakan berbagai macam tipuan & pengelabuan. Sekalipun pd  lahiriahnya cara2 tsb memakai cara yg diakui oleh hukum syara’ tp Allah lebih mengetahui bhw sesungguhnya para pelakunya hanyalah semata2 menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu muslihat). Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya.
(Ref : Tafsir Ibnu Katsir, Daar Ibnu Hazm hal 466)

Allah SWT menegaskan kpd orang2 yg beriman bhw manusia diberi kebebasan utk melakukan akad transaksi yg menjadi syarat peralihan kepemilikan, selama di sana ada unsur saling ridha. Baik transaksi sepihak (tabarru’at), seperti sedekah, hibah, infaq atau transaksi 2 pihak (muawwadhat), seperti jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dsb.

Transaksi jual beli dpt dilakukan baik secara tunai maupun secara kredit atau cicilan. Jual beli sistem cicilan dgn uang muka/DP (down payment) dikenal dgn istilah Al-bai’ bi ad-dain atau Al-bai’ bi at-taqsith. Semuanya berarti jual beli dgn penyerahan barang pd saat akad tp pembayarannya dilakukan secara tertunda. Pembayaran tertunda ini dpt dilakukan sekaligus pd 1 waktu atau dicicil dlm beberapa kali cicilan.
(Ref : Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, kitab Al-Mu’amalah Al-Maliyah Al-Muashirah, hal. 311; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’ Al-Qadimah wal Mu’ashirah, hal. 84).

Jumhur fuqaha sprti ulama mazhab yg 4 (Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah) membolehkan jual beli kredit, meski penjual menjual barang dgn harga kredit yg lbh mahal dari pd harga kontan. Inilah pendapat yg kuat/rajih.
(Ref : Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, kitab Al-Mu’amalah Al-Maliyah Al-Muashirah, hal. 316, Imam Asy-Syaukani, kitab Nailul Authar, 8/199, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, kitab Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, 2/307).

Dalil kebolehan jual beli kredit adl keumuman dalil2 yg tlh membolehkan jual beli sprti ayat diatas. Juga berdasarkan Hadist Nabi SAW

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Penjual dan pembeli memiliki pilihan selama belum berpisah. Jika keduanya jujur & transparan maka keduanya diberkahi dalam jual-belinya. Sebaliknya, jika keduanya menutup-nutupi (cacat barang) & berbohong maka keberkahan dihapus dari jual beli keduanya (HR.Bukhari)

Kata jual beli ini bersifat umum, mencakup jual beli kredit. Diriwayatkan bhw Thawus, Al-Hakam & Hammad berkata bhw tidaklah mengapa kalau penjual berkata kpd pembeli, Aku jual kontan kpdmu dgn harga sekian & aku jual kredit kpdmu dgn harga sekian lalu pembeli membeli dgn salah 1 dari 2 harga itu. (Hisyam Barghasy, Hukum Jual Beli Secara Kredit hal 75).

Namun dlm konteks aqad transaksi jual beli kredit hari ini perlu difahami beberapa hal :

1. Status kepemilikan barang yg dibeli melalui kredit leasing atau finance adl hak sewa bukan hak milik kecuali kalau sdh lunas cicilan maka menjadi hak milik pembeli. Hal ini adl aqad yg bathil sebab jual beli didlm Islam status barang yg sdh dibeli adl milik sipembeli meskipun statusnya adl hutang. Terkait jaminan barang konteks pembahasannya berbeda.

2. Didlm sistem jual beli kredit hari ini setiap terlambat dlm membayar cicilan hutang setiap bulannya akan dikenai denda. Semakin lama tertunda pembayaran cicilan hutang maka semakin besar nilai dendanya maka hal ini termasuk perkara riba nasyi’ah, sedangkan riba hukumnya adl Haram. Lihat QS.Al-baqarah:275.

3. Didlm sistem jual beli kredit hari ini bila terjadi kredit macet atau gagal bayar maka barang yg diperjual belikan akan disita oleh finance & seluruh cicilan pembayaran hutang & DP yg sdh dibayarkan oleh nasabah dianggap uang sewa alias hangus. Aqad sprti ini mengandung kedzaliman dimana sepihak diuntungkan & pihak yg lain dirugikan.

Jual beli kredit didlm Islam bila terjadi kredit macet maka dpt diambil solusi bila sipembeli tdk mampu lg utk mencicil pembayarannya maka dpt menjual kembali barang yg ia beli kpd pihak ketiga lalu uang hasil penjualannya utk melunasi sisa hutangnya. Jika msh ada sisa uangnya maka hal itu adl menjadi miliknya.

Dgn demikian berbeda fakta aqad antara jual beli kredit didlm Islam dgn aqad kredit jual beli dlm sistem Kapitalisme shg hukumnya jg berbeda. Hukum jual beli kredit sistem Kapitalisme sdh tentu Haram dgn berbagai macam penjelasan diatas, sedangkan transaksi jual beli kredit didlm Islam selama tdk terkandung riba & aqad yg bathil maka hukumnya adl mubah.

Wallahu a’lam

By : Tommy Abdillah

#Syari’ah & Khilafah Mewujudkan Islam Rahmatan Lil’alamin#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar