Kamis, 24 Maret 2016

Fiqh Thaharah : Apakah Menyentuh Isteri Membatalkan Wudhu

بسم الله الرحمن الرحيم

Pelajaran Ayat Al-Qur’an Hari Ini :

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ} [المائدة : 6]

Artinya : Hai orang-orang yg beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu & tanganmu sampai dengan siku & sapulah kepalamu & (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki & jika kamu junub maka mandilah, Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yg baik (bersih); sapulah mukamu & tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.(QS.Al-Maidah:6).

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saudaraku seiman, Segala puji hanyalah milik Allah Subhana wa ta’ala. Shalawat & salam senantiasa tercurahkan kpd Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kpd para keluarganya, sahabat2 nya & ummatnya yg istiqomah diatas sunnahnya hingga hari kiamat. Tausiyah group WA & BBM pagi ini akan membahas tentang fiqh thaharah, apakah menyentuh isteri dpt membatalkan wudhu?

Perkara menyentuh isteri apakah membatalkan wudhu adl termasuk masalah klasik yg tlh berlangsung lama yaitu sejak perkembangan mazhab2 Islam hingga saat ini. Masalah ini adl masalah Khilafiyah yg bersifat cabang agama (furu’iyyah) bukan perbedaan yg mendasar shg Islam mentolerirnya. Meskipun para ulama mampu menghormati perbedaan pendapat tp terkadang disikapi dgn fanatik mazhab secara berlebihan bagi para pengikutnya.

Perbedaan pendapat dlm memahami nash dalil baik dalil Al-Quran maupun dalil Al-hadist sebenarnya tlh terjadi sejak generasi sahabat Rasulullah SAW seperti dlm peristiwa perang khandaq Rasulullah SAW bersabda,

لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ

Artinya : Janganlah salah seorang diantara kalian melaksanakan shalat ashar kecuali di Bani Quraizhah.(HR.Bukhari No.4.119).

Dlm menyikapi pernyataan ini para sahabat Rasulullah ada diantara mereka yg shalat didlm perjalanan & sebahagian yg lain mengakhirkannya hingga sampai di Bani Quraizhah sementara Rasulullah SAW mendiamkan mrk dlm hal ini.

Ikhtilaf ada 2 macam yaitu : ikhtilaf yg terpuji & ikhtilaf yg tercela. Ikhtilaf yg terpuji adl dlm perkara2 dzanni dari perkara furu’ (cabang agama) sebagaimana ikhtilaf yg didiamkan oleh Rasulullah SAW kpd para sahabat jg seperti  ikhtilaf para sahabat dalam perkara2 yg ada pd mrk. Sedangkan ikhtilaf yg tercela adl menyangkut perkara pokok2 agama (ushuluddin) seperti aqidah Islam, Sebagaimana Syi’ah rafidhah & Ahmadiyah.

Antara Pro & Kontra

Berwudhu & bersuci dari hadast & najis adl salah satu syarat sah shalat shg seorang mukmin wajib berwudhu ketika hendak shalat & wajib pula mengetahui perkara2 yg membatalkan wudhu. Bersentuhan kulit setelah berwudhu antara suami & isteri apakah membatalkan wudhu ataukah tidak, hal ini tlh menjadi ikhtilaf dikalangan para ulama.

Setidaknya terdapat 3 pendapat dlm masalah ini :

1. Sebagian ulama berpendapat bhw menyentuh isteri membatalkan wudhu secara mutlaq seperti pendapat Imam Syafi’ie & Imam Ibnu Hazm.

Bersentuhan kulit laki2 dgn kulit perempuan dgn bersentuhan itu batal wudhu yg menyentuh & disentuh, dgn syarat bhw keduanya sdh sampai umur baligh berakal & diantara keduanya bukan mahram baik mahram nasab keturunan, persusuan ataupun perkawinan.

(Ref : KH.Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam hal 32).

2. Sebagian ulama berpendapat menyentuh isteri tdk membatalkan wudhu seperti pendapat Imam Ahmad bin Hambal & Imam Ibnu Taimiyah.

Ibnu Abbas r.a menyatakan,

إن”المس” و”اللمس”، و”المباشرة”، الجماع، ولكن الله يكني ما شاء بما شاء

Artinya : Namanya Al-mass, Al-lams & Al-mubasyaroih bermakna jima’ (berhubungan badan). Akan tp Allah SWT menyebutkan sesuai dgn yg Dia suka. Dlm perkataan lainnya disebutkan,

أو لامستم النساء”، قال: هو الجماع.

Artinya : Makna ayat lamastumun nisaa’ adl jima’ (berhubungan badan)

(Ref : Imam Thabari, Kitab Tafsir Thabari juz 8 hal 389).

Syaikh Sayyid Sabiq menyatakan, Disini kita ingin mengemukakan hal2 yg disangka membatalkan wudhu pd hal tdk demikian krn tdk adanya alasan yg sah dpt dijadikan pegangan : 1. Menyentuh wanita tanpa ada batas.

(Ref : Kitab Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, juz I hal 37).

3. Sebagian ulama berpendapat menyentuh isteri bila dgn syahwat dpt membatalkan wudhu seperti pendapat Imam Malik bin Anas.

Perbedaan pendapat para ulama diatas berawal dari pemahaman ayat Al-qur’an diatas pd kalimat :

أَوْ لاَمَسْتُم النِّسَآءَ

Artinya : “Atau kamu menyentuh dgn istri.” (QS.An-Nisa’: 43).

Salah satu faktor terjadinya perbedaan pendapat dlm perkara fiqh adl perbedaan dlm memahami nash dalil, apakah dalil Al-qur’an maupun dalil hadist.

Perbedaan perkara furu’(u) Ad-diin Perkara2 fiqih praktis yg di istinbath (digali) dari dalil-dalil terperinci terbagi kepada 2 yaitu :

1. Perkara2 yg qath’i baik qath’i tsubut (sumber) maupun dilalah (penunjukkan) hukumnya.

2. Perkara2 yg dzanni dlm tsubut atau dilalahnya ataupun dalam kedua-duanya sekaligus.

Adapun perkara qath’i dlm tsubutnya maka ia berarti pasti bhw sumbernya berasal dari Allah & Rasul-Nya yakni dari Al-Quran atau hadist mutawattir. Sedangkan perkara yg qath’i dlm dilalahnya yaitu yg pasti dlm penunjukkannya yakni pasti (qath’i) maknanya & tdk diambil darinya kecuali satu makna saja seperti haramnya khamar, haramnya zina, haramnya riba atau haramnya membunuh ataupun mencuri. Semua itu tsabit (tetap) qath’i & tidak mengandung makna kecuali satu makna saja.

(Ref : Syekh Muhammad Asy-syuwaiki, Kitab Al-khalash wa ikhtilaf An-nas hal 80).

Nah, pd ayat diatas termasuk dzanni dilalah yaitu apakah pemahaman kalimat : لاَمَسْتُمُ adl menyentuh secara hakiki ataukah majazi/kiasan.
Para ulama mazhab Imam Syafi’ie memahami kalimat menyentuh adl secara makna hakiki yaitu setiap terjadi persentuhan kulit antara suami & isteri maka wudhu nya secara muthlaq batal.

Sementara ulama mazhab yg lain seperti mazhab Imam Ahmad bin hambal berpendapat bersentuhnya kulit antara suami & isteri yg sdh berwudhu tdk membatalkan wudhunya secara mutlaq, baik disertai dgn syahwat ataupun tdk. Argumentasinya adl memahami dalil ayat diatas kalimat menyentuh secara majazi/kiasan.

Kesimpulan

Jd dlm hal ini kita selaku orang awam atau muqallid ‘am boleh mengikuti salah satu pendapat para ulama diatas, apakah mengikuti pendapat ulama mazhab Syafi’ie, mazhab Maliki ataukah mazhab Hambali dgn konsekwensi bila berwudhu mengikuti pendapat mazhab tertentu maka kaifiyat shalatnya jg mengikutinya.

Kemudian mari kedepankan saling menghormati perbedaan pendapat dlm perkara furu’iyyah tanpa hrs cepat memvonis selain pendapat golongannya adl bid’ah atau sesat selama pendapat golongan yg lain didasarkan kpd hujjah dalil yg dpt dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Wallahu a’lam

By : Tommy Abdillah

Mari raih amal soleh dengan share tulisan da’wah ini. Barakallahu fiikum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar