Selasa, 29 Maret 2016

Ekonomi Islam : Larangan Menetapkan Harga

بسم الله الرحمن الرحيم

Pelajaran Hadist Hari Ini :

غَلا السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله فَقَالُوا يَا رَسُولَ الله سَعِّرْ لَنَا. فَقَالَ إِنَّ الله هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ وَإِنىِّ لأَرْجُو أَنْ أَلْقَى رَبِّى وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِى بِمَظْلَمَةٍ فِى دَمٍ وَلا مَالٍ

Artinya : Harga meroket pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu mereka (para Sahabat) berkata, Ya Rasulullah, patoklah harga untuk kami. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Allahlah yg Maha menentukan harga, Maha Menggenggam, Maha Melapangkan & Maha Pemberi Rezeki; sementara aku sungguh ingin menjumpai Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yg menuntut aku karena kezaliman dalam hal darah & harta (HR At-Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Dawud, Ad-Darimi dan Ahmad).

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saudaraku seiman, Segala puji hanyalah milik Allah Subhana wa ta’ala. Shalawat & salam senantiasa tercurahkan kpd Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kpd para keluarganya, sahabat2 nya & ummatnya yg istiqomah diatas sunnahnya hingga hari kiamat. Tausiyah group WA & BBM pagi ini akan membahas tentang ekonomi Islam yakni larangan menetapkan harga.

Bisnis perdagangan (At-tijaarah) merupakan salah satu upaya utk mengembangkan kepemilikan harta. Islam tlh mengatur dgn jelas tata aturan perdagangan agar tdk menimbulkan kedzaliman yg merugikan sepihak & menguntungkan pihak yg lainnya. Diantara aturan tsb adl terkait dgn larangan penetapan harga. Hukum asal harga jual suatu barang adl menjadi pilihan tawar menawar antara penjual & pembeli.

Mengutip artikel da’wah Ust.Abu muhtadi, Dari pandangan ekonomis, penetapan harga mengakibatkan munculnya tujuan yg saling bertentangan. Harga yg tinggi, pd umumnya bermula dari situasi meningkatnya permintaan atau menurunnya supply. Pengawasan harga hanya akan memperburuk situasi tsb.

Harga yg lbh rendah akan mendorong permintaan baru atau meningkatkan permintaannya serta akan mengecilkan hati para importir utk mengimpor barang tsb. Pd saat yg sama, hal tsb akan mendorong produksi dlm negeri, mencari pasar luar negeri (yg tak terawasi) atau menahan produksinya sampai pengawasan harga secara lokal itu dilarang. Akibatnya, akan terjadi kekurangan supply. Di sisi lain, penetapan harga juga akan membuka peluang pasar2 gelap yg menjual belikan barang berbeda dgn harga yg tlh ditetapkan.

Alih2 akan menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru & membuat harga semakin tinggi. Selain itu, penetapan harga juga bisa saja berimbas pada menurunnya produksi. Alhasil, tas’ir bukan hanya tindakan zhalim bagi pemilik barang, tapi jg dhoror bagi masyarakat secara umum. (Ref : http://ift.tt/1TftmXW).

Makna Tas’ir

Tas’ir adl bentuk isim mashdar dari sa’ara–yusa’iru–tas’ir(an). Ibn Manzhur menyebutkan di dlm kitab Lisan Al-‘Arab: As’aru wa sa’aru (dgn huruf ‘ayn di-tasydid) maknanya sama yaitu mrk bersepakat atas harga. Ia menambahkan: at-tas’ir tahdid as-si’ri (tas’ir adl pembatasan/ pematokan harga).

Imam As-Syaukani rahimahullahu mendefiniskan At-atas’ir adl : Penetapan harga oleh penguasa atau wakilanya atau siapa saja yg memiliki kekuasan dlm mengatur urusan kaum muslimin, bagi para pedagang di pasar agar mereka tdk menjual barang2 mrk kecuali dgn harga tertentu, tidak melebihi batas itu atau menguranginya demi maslahat. (Al-Imam Asy-Syaukani, Kitab Nailul Author, Juz VIII hal 370).

Hukum larangan tas’ir hanya bisa diterapkan pd jenis harta yg terkategori kepemilikan pribadi (Al-milkiyyah fardiyyah). Hal ini dikarenakan makna kepemilikan itu adl hak kuasa sepenuhnya atas barang itu. Sementara, fakta tas’ir adl pembatasan atas hak kepemilikan pribadi rakyat (Al-hajru ‘alaihim). Itulah yg dilarang & mengakibatkan kedzaliman.

Namun, fakta itu tdk ada dlm kekepemilikan umum yg pengaturannya diserahkan kpd negara. Dgn kata lain penetapan harga maksimal atau minimal jg merupakan bentuk tas’ir.

Penetapan harga oleh penguasa hukumnya Haram menurut pandangan Jumhur fuqaha (Jumhur ulama Malikiyah, Ar-Rajih/Al-Mu’tamad dalam madzhab Syafi’iy, pandangan yg masyhur dikalangan ulama Hanabilah serta riwayat dari kalangan sahabat & tabi’in).

Begitu halnya larangan para asosiasi pedagang dipasar berkumpul utk menetapkan harga.
Syaikh ‘Atha’ bin khalil abu rasytha hafidzahullahu menjelaskan, akan tp berkumpulnya para pedagang utk saling rela atas harga tertentu hal itu berpotensi besar memahalkan harga. Khususnya jika mrk adl para komoditi itu & tdk ada orang lain yg menjual komoditi itu. Maka kesepakatan mrk pd kondisi ini meskipun tdk dinyatakan utk menaikkan harga barang akan tp pd galibnya berpotensi memahalkan harga shg hal itu masuk dibawah wasilah kpd yg haram adl haram.
(Ref : Enslikopedia Jawab Soal Amir Hizbut Tahrir, hal 245).

Jika mematok harga itu haram, lalu bagaimana negara bisa mengendalikan harga shg tdk merugikan baik penjual maupun pembeli? Negara bisa mengontrol harga dengan 2 cara.

1. Memastikan mekanisme pasar berjalan dgn sehat & baik. Kuncinya adl penegakan hukum ekonomi & transaksi khususnya terkait dgn produksi, distribusi, perdagangan & transaksi. Jg dgn melarang & menghilangkan semua distorsi pasar seperti penimbunan, penaikan atau penurunan harga yg tdk wajar utk merusak pasar, meminimalkan informasi asimetris dgn menyediakan dan meng-up-date informasi tentang pasar, stok, perkembangan harga, dsb.

2. Mengontrol penawaran & permintaan dgn 2 cara :

A. Mengatur kontinuitas & kelancaran produksi seperti dgn memberi asistensi & berbagai bentuk bantuan kpd para produsen & petani serta menjamin kelancaran transportasi & iklim usaha yg kondusif.

B. Dgn menyerap barang pd saat kelebihan penawaran (over supply) dgn cara membelinya & menyimpannya di gudang & sebaliknya memasok barang ke pasar saat kelangkaan (under supply) dgn mengeluarkan barang ke pasar dari gudang atau mendatangkan barang dari daerah yg surplus.

Utk itu negara perlu membentuk lembaga yg menjalankan fungsi ini (seperti Bulog). Cara ini seperti yg dilakukan oleh Khalifah Umar bin Al-Khaththab r.a pd saat tahun paceklik (‘amm ar-ramadah) melanda Hijaz shg harga pangan melambung. Khalifah Umar tdk mematok harga, tp mendatangkan barang dari Syam & memerintahkan Amru bin al-‘Ash wali Mesir utk mengirimkan barang dari Mesir ke Hijaz. Dengan itu krisis pangan bisa diatasi tanpa harus mematok harga.

Syari’at Islam itu indah, mulia & sempurna sebab berasal dari zat yg maha mulia yakni Allah SWT. Mari terus berupaya menjadi seorang mukmin sejati utk memasuki Islam secara Kaffah dgn menegakkan Syari’at Islam melalui menegakkan Khilafah Islam sesuai dgn manhaj kenabian.

Wallahu a’lam

By : Tommy Abdillah

Mari raih amal soleh dengan share tulisan da’wah ini. Barakallahu fiikum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar